Halo semua π , Jarang-jarang nih mengulas kereta api, karena kebetulan aja dapet kesempatan naik kereta mahal dengan jarak yang jauh, yakni Turangga.
Yup, perjalanan dari Bandung ke Kota Surabaya, jadi perjalanan malam, awalnya pingin naik kereta Mutiara Selatan, tapi di jadwal tertera sampai Surabaya kepagian, yakni jam 6.20, sedangkan kalo naik Turangga sampainya jam 8.10 pagi.
Kebetulan juga pingin makan malam di Bandung karena Turangga berangkat jam 19.30 Malam, wah,,, kayaknya bakal dapet teh pait lagi
Baik KA Mutiara Selatan dan Turangga, keduanya sudah dapet gerbong terbaru Stainless Steel yang keren, beritanya sudah baca di koran pas 2018 lalu, jadi penasaran.
Oke, Turangga ini kelas eksekutif, sebelumnya memang jarang naik KA Eksekutif, palingan Mutiara Timur dan Sancaka saja.
Kesan pertama kereta Turangga ini, memang keren… keren!!! ternyata PT. KA sudah ber-evolusi semantep ini, termasuk seragam pramugari, standar pelayanan juga memuaskan.
Dari luar mantep, interiornya juga bagus dan kelihatan mirip pesawat, terkesan lebih lega dan informasi pada gerbong juga lebih jelas, misalnya pada bagian tempat duduk ada penjelasan nomer tempat duduk window atau aisle (jendela atau gang) π
Ini kayaknya wajar gara-gara banyak yang duduk gak sesuai nomernya, boking tempat duduk di gang, tapi duduknya di dekat jendela, piye toh…!
Tarif KA Turangga waktu itu tembus 480.000,- Rupiah, ini kelas eksekutif, kalo yang termurah sekitar 390 ribuan. Gerbongnya sepi, okupansi nggak sampai 40%, kenapa ya?
Kereta berangkat tepat waktu dan perjalanan berlangsung mulus, saat kereta baru berangkat dari Stasiun Bandung, langsung dikasih bungkusan, apa nih? ohh.. selimut, hehe.
Ya, perjalanan malam kan menggigil tuh, secara kereta api sering dianggap kulkas berjalan.
Selimut bungkus ini disegel rapi dalam sebuah kemasan non-plastik ecoplas, semacam plastik berbahan singkong. Selain memberi kesan ramah lingkungan, juga memberi kesan eksklusif dan baru, artinya selimut baru di laundry.
Ini penting banget karena menjaga citra kereta api eksekutif Indonesia, tentu gak ada orang yang mau naik kereta bayar setengah juta Rupiah tapi pakai selimut bekas pakai penumpang lain tanpa dicuci sebelumnya.
Nah, pakai bungkusan macam begini otomatis sudah menjelaskan semuanya, selimutnya juga harum,,, tapi….
Ya, tipis banget, malah lebih tipis dibanding selimut di KA Mutiara Timur, atau kelas eksekutif pada 2017 lalu. Dan selimut ini juga ber rongga, jadi kurang efektif melawan dinginnya kulkas, maksudnya gerbong kereta.
Jadilah banyak penumpang lain yang kemulan dengan selimut menutupi seluruh tubuh kecuali muka, wkwkwk π
Interior gerbong jelas keren, dan bagian atas mirip kayak di pesawat, begitu pula dengan letak bagasi atas yang kini gak bisa dilihat langsung kayak di kereta ekonomi.
Kemudian yang disayangkan adalah tempat duduk yang busanya lebih keras dibanding sebelumnya, jadi bikin sakit tulang ekor kalo lama, yang badan agak kurus bakal kerasa.
Walaupun begitu, posisi duduk cukup nyaman dan ergonomis, terasa lapang dan juga sandaran kaki yang bisa disesuaikan. Kayaknya bakal lebih bagus kalo atas sandaran kaki ditaroh karpet atau apa gitu biar gak terlalu dingin.
Toiletnya tipe duduk, sempit sekali dan ada juga wastafelnya, tidak bau pesing dan selalu kering lho, sepertinya karena tiap 1-2 jam sekali tiap toilet dibersihkan secara berkala oleh petugas.
Yang cukup surprise adalah interior yang berbeda di tiap gerbong, ada beberapa perbedaan desain pada atap, layar TV, sampai ke pintu otomatisnya π
Sampai stasiun Cipeunduy agak telat 10 menit dari jadwal, dan setelah berangkat dari stasiun tersebut, sekitar jam 9.30 malam, lampu utama gerbong di tengah dimatikan dan jadi remang-remang, mantap jadi bisa tidur nih, sleeeep lah
Adem banget, ikutan kemulan sampai nutupin full badan kayak yang laen, ada kru yang sempat nanya apakah suhunya pas, saya bilang aja naikin 1 derajat, tapi kayaknya gak ngaruh, tetep aja dingin π
Impresi naik KA Turangga ini kurang begitu puas soalnya barengan dengan musibah anjloknya KA Wijayakusuma di Madiun, akibatnya baru sampai Surabaya jam 16.15 WIB, atau telat 8 jam dari jadwal.
Akibat keretanya telat luar biasa, gak jadi deh ngopi di Surabaya, malah ngopi di dalam kereta Turangga yang ngetem berjam-jam di stasiun antah berantah, harga segelas kopi 10 ribu Rupiah, itu kapal api dengan gula terpisah.
Sedangkan kalo harga teh tembus 15 ribu, makanan rata-rata 35 – 40 ribu Rupiah, yah seporsi sama mium tembus 50 ribu lah, tapi saya gak makan disitu, gak sehat harganya, xixixi π³
Waktu itu perjalanan bersama Turangga sampai 20 jam, asli berkesan dan kenyang banget lah, tapi kurang puas, ya semoga kedepannya bisa lebih baik lagi.
MnM